Respon Elegan untuk Pertanyaan "Kapan Rabi" atau "Kapan Lulus"

 


Emang sih, kebanyakan dari kita ini bingung atau tidak punya cara praktikal untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan horor. Tapi seendaknya, pas kamu menjawab pertanyaan yang sifatnya offensive, alih-alih agresif, lebih baik kamu ambil sikap asertif geh.

Banyak dari kamu pasti pernah menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang bisa membuatmu merasa jibek. Misalnya, pertanyaan tentang apakah kamu sudah lulus, sudah menikah, atau kapan akan menikah. Dan setelah nikahpun ada lagi pertanyaan, udah punya anak? dst pokok. Atau pertanyaan tentang pekerjaan padahal kamu belum bekerja. Hal ini sering terjadi saat mudik atau saat lebaran. Fenomena ini umum terjadi karena kita bertemu dengan orang-orang yang memiliki budaya dan kebiasaan berbeda. Terkadang, mereka tidak bermaksud membuat kita tersinggung. Mereka mungkin tidak menyadari privasi kita atau memang budaya di tempat mereka berbeda. Bisa jadi  sebenarnya mereka ini ingin mencari topik obrolan atau bermaksud baik. Namun, respons kita terhadap pertanyaan-pertanyaan ini bisa mempengaruhi suasana hati kita.

Cara mengcounter pertaanyaan-pertanyaan ofensif:

1. Bersikap Fleksibel dalam Menanggapi

Cobalah mengalihkan pertanyaan dengan menjawab dengan santai dan mengalihkan topik obrolan.

Contohnya, jika ditanya tentang status hubungan, kamu bisa menjawab bahwa ada teman yang kamu dekati di kantor. Lalu ganti tanya aja keadaan orang lain tadi. Bisa tanya hal-hal yang sedang mereka geluti atau gemari. Soalnya orang yang lebih tua itu cenderung legacy dan cenderug suka ngasih tau apa aja ke orang lain. Karena ya mereka udah ngga ada yang dicari, udah ngga cari relationship dan udah ngga cari materi yang sulit sulit.

2. Bagikan Filosofi Hidupmu

Nge-state prinsip kamu itu penting. Jika kamu merasa pertanyaan itu tidak nyaman, berbicaralah tentang pandangan hidupmu.

Misalnya, jika ditanya tentang pendidikan tinggi, kamu bisa menyampaikan bahwa kamu mengutamakan prinsip hidup lebih dari gelar akademis. “Alah perkara lulus kapan ya ga penting mbak, mas. Yang penting punya prinsip kok.”

3. Berbicara Terus Terang

Perasaanmu itu valid. Perasaan gaenak yang ketika denger pertanyaan-pertanyaan yang too far itu emang bener dan kamu perlu bicarakan. Jika pertanyaan atau komentar yang kamu terima terlalu menyakitkan, ada baiknya untuk memberikan respons yang jujur namun sopan.

Kamu bisa mengatakan bahwa komentar itu membuatmu merasa tidak nyaman atau bahkan sakit hati. Kek, “mbak, mas, mending gausah ngomongin itu geh, aku udah berusaha maksimal kok ini biar lulus S2. Gaenak aku dengerin perntanyaan itu”

4. Kelola Emosi dengan Baik

Penting untuk mengelola emosi dengan efektif. Hindari mengekspresikan emosi di media sosial, yang malah bisa memperburuk situasi. Daripada kamu nge-spill di twitter yang malah ujung-ujungnya kamu diretweet masyarakat tweeter. Ya kalau orang lain seneng, tapi dari mereka kan juga ada yang malah julid. Cara coping (memperbaiki masalah) ini salah. Justru malah jadi simalakama. Ya kan?

Alih-alih menyebarkan masalah, cobalah untuk berbicara dengan orang lain yang kamu percayai atau mencari cara positif untuk mengatasi emosi.

Inget, bahwa kamu tidak bisa mengontrol pertanyaan atau pernyataan orang lain. Tapi, kamu bisa mengontrol cara kamu merespons pertanyaan atau pernyataan tersebut. Usahakan untuk tidak membiarkan pertanyaan-pertanyaan yang kurang menyenangkan mengganggu suasana hatimu, terutama saat momen spesial seperti lebaran. Sebagai generasi milenial dan Gen-Z, kita bisa menciptakan pola tanggapan yang lebih positif dan berdampak baik pada diri kita sendiri.

regards, erzeddd.

Posting Komentar untuk "Respon Elegan untuk Pertanyaan "Kapan Rabi" atau "Kapan Lulus""